Menuju Perjalanan 21 Hari (21日の旅へ)

8:36 AM


2017年7月6日

Ah, tak terasa petualangan terjauhku akan dimulai tepat pada esok hari. Beberapa kali aku mencoba memastikan apakah aku yang sekalipun belum pernah ke luar pulau ini benar-benar akan melewati batas negara. Akan seperti apakah kejutan di luar sana? Bagaimana kalau nanti aku terlalu terpesona hingga tak ingin segera pulang ke tanah air? Hal itu mungkin terjadi, mungkin juga tidak. Entahlah, karena aku tidak mahir dalam ramal meramal. Biarlah jawaban itu datang dengan sendirinya di antara kepungan musim panas selama 21 hari ke depan.

Kedipan demi kedipan mata, embusan demi embusan napas yang tak tentu ini beriringan dengan waktu yang bergulir. Waktu yang tak pernah tidur itu terus mendorongku hingga mendekati momen yang selalu kutunggu. Momen di mana aku akan benar-benar meraih resolusi utamaku di tahun ini. Momen di mana aku akan melihat negeri itu di alam sadarku. Ya, sebentar lagi aku akan melihatnya secara nyata, bukan dalam dunia yang selalu muncul saat aku tertidur.

Semakin mendekati momen itu, aku merasa segalanya berbeda. Suap demi suap makanan yang masuk ke dalam mulutku seolah mengeluarkan sari terlezatnya, angin yang menerpa seperti membelaiku selembut mungkin, dan langkah kakiku terasa berat untuk melanjutkan perjalanan menuju hari berikutnya. Mereka seolah enggan melepasku pergi, dan terus merayu agar aku tetap di sini. Namun dengan berat hati aku tak bisa menuruti rayuan mereka karena tubuhku beserta segala tekad di dalamnya harus bertolak ke Negeri Sakura.

Meski pikiran masih mengawang-awang tentang negeri itu, aku melakukan berbagai persiapan. Sebagian pakaian, makanan, dan obat-obatan sudah menghuni koper tebalku. Dan aku sadar ini masih belum cukup. Ini baru bekal fisik, sedangkan manusia selalu membutuhkan sesuatu yang bersifat fisik maupun abstrak. Untuk bekal yang bersifat abstrak, aku telah menyiapkan sekantung pengetahuan dan sekotak padat keberanian. Bekal keduanya itu telah kukumpulkan susah payah dari pengalaman pribadi, interaksiku dengan orang-orang luar biasa, dan dukungan moril dari orang terdekat. Mengapa hanya sejumlah itu yang kubawa? Kantung longgar berisi pengetahuan itu akan kugunakan untuk menampung pengetahuan baru yang akan kubawa pulang ke tanah air. Sekotak berisi mental yang padat itu sengaja kubuat demikian agar tak ada celah ketakutan dan kekhawatiran untuk memburu pengalaman baru di sana.

Setiap malam, berulang kali aku berkata dalam hati bahwa tak ada yang harus ditakutkan. Toh ini perjalanan menuju negeri yang selama ini didambakan. Toh ini adalah hadiah dari perjuangan keras yang kulakukan. Dan toh ini pasti jalan yang sudah dibukakan oleh Yang Maha Kuasa. Jadi tak perlu lagi ada keraguan di dalam perjalanan 21 hari ini karena aku sudah ditakdirkan untuk melalui jalan ini. 

Dan setiap malam pula, seringkali aku merenungkan sesuatu yang tak biasa. Dalam renungan itu aku bertanya akan seperti apakah tempat yang kukunjungi, apakah sama seperti foto yang selalu kulihat di dunia maya atau tidak. Siapa sajakah yang akan kutemui nanti, dan kerendahan hati seperti apakah yang terlihat dari diri mereka. Bahkan aku sampai penasaran, apakah angin, air, tanah, dan seluruh unsur alam di sana akan berbicara dengan bahasa yang berbeda atau tidak. Sementara aku sebagai manusia yang awam tentang negara luar, terus membiarkan renungan itu semakin meliar.

Sambil menghitung beberapa jam menuju hari esok, sedikit demi sedikit senyumku merekah. Di balik segala ketakutan yang sesekali menghantui, aku merasa ditenangkan oleh gema doa dari orang-orang terdekatku. Keluarga, teman-teman, dan orang terkasih, semuanya menggaungkan doa dan penyemangat hingga aku berhasil menekan rasa takutku. Maka dari itu, aku tak boleh membuat mereka kecewa. Aku harus pergi dengan senyuman, dan kembali membawa senyuman yang lebih memancarkan semangat.

Bagiku, ini bukan sekedar perjalanan 21 hari untuk melihat buah kesuksesan manusia Negeri Sakura.

Bagiku, ini adalah perjalanan 21 hari untuk mengejar langkah para pejuang kehidupan yang luar biasa di Negeri Sakura.

Aku harus bersiap untuk mengucapkan selamat tinggal pada negeri ini. Selamat tinggal pada angin, air, dan seluruh unsur alam di negeri ini. Selamat tinggal pada keluarga dan kawan setanah air. Terima kasih atas doa dan segala dukungan moril. Sampai bertemu 21 hari lagi!

You Might Also Like

0 comments

Like us on Facebook

Flickr Images