Euforia Separuh Gelar (Part 1)

10:38 PM

Para pejuang kloter awal prasidang

19 dan 20 Desember 2017

Pagi itu, masih pukul 7:30, kabut tipis masih menggantung menyelimuti PSBJ yang masih setengah terbangun. Kampus memang baru benar-benar hidup bila sudah lewat dari pukul 8. Tetapi ada beberapa orang berbalut jas almamater biru yang tak mempedulikan hal itu, Mereka lebih peduli pada salah satu momen penting dalam hidup mereka sebagai mahasiswa. Apa lagi kalau bukan prasidang.

Kecemasan tersirat pada wajah para peserta ketika menunggu prasidang dimulai. Aku dan beberapa orang seangkatanku yang tidak ikut berlomba-lomba memberi doa dan dukungan agar mereka dapat menghadapinya dengan baik. Meskipun itu hanya menenangkan sekian persen dari kegugupan, setidaknya mereka merasa tenang karena tetap ada rangkaian doa yang mengiringi selama prasidang.

Saat melihat jas almamater yang membungkus tubuh mereka, aku menjadi tersadar akan satu hal. Aku—dengan beberapa teman yang lain juga— telah dan akan mengalami berbagai fase bersama jas almamater Padjadjaran. Mulai dari fase mahasiswa baru yang mengikuti berbagai kegiatan pengenalan lingkungan kampus, sidang calon ketua angkatan yang penuh intrik, wawancara calon anggota himpunan, rangkaian kegiatan kepanitiaan, sidang awal dan akhir tahun himpunan, hingga akan dipakai lagi pada saat prasidang. Dan dari situlah aku menyadari bahwa waktu bergulir cepat, bahkan terlalu cepat menyeret aku yang masih belum matang dalam segala hal.

Pukul 8:20 barulah prasidang dibuka. Peserta maju satu demi satu sesuai dengan urutan saat pendaftaran prasidang. Berbagai pertanyaan maupun saran mengalir dari satu dosen penguji kepada dosen penguji lain. Dan berbagai jawaban pun diberikan oleh para peserta. Sambil menyimak, kucatat berbagai poin yang harus diperhatikan pada saat menyusun ragangan skripsi dan menghadapi pertanyaan dari dosen penguji.

Tepat saat aku merampungkan catatan, aku dan beberapa teman yang sudah menonton dari awal sesi diminta untuk memberi kesempatan pada teman-teman lain untuk menonton di sesi kedua. Saat kubaca ulang, catatanku memang tak banyak, namun kurasa cukup berisi. Cukup untuk berperan sebagai obat penenang dikala rasa percaya diri mengejar prasidang menurun. Kuharap itu ampuh.

Setidaknya rasa penasaranku akan berlangsungnya prasidang sudah terbayar. Meski sudah pernah menonton saat masih tingkat tiga, tetapi sekarang aku tahu harus berfokus ke mana. Bahkan tadi dalam kepalaku lewat sepintas imajinasi tentang pertanyaan seperti apakah yang akan diajukan kelak. Apapun itu, aku harus bisa menjawabnya agar tidak merasa kalah sebelum berperang.
Aku menanti teman-teman selesai prasidang dengan penuh kegundahan. Semacam harap-harap cemas akan berakhir seperti apakah momen ini. Selama menunggu di luar ruang dilaksanakannya prasidang, aku merasa alam seolah belum memberi petunjuk tentang apa yang akan terjadi selanjutnya. 

Pintu ruang prasidang yang sedari tadi tertutup mulai dibuka lebar. Dari situlah aku dapat melihat berbagai campuran ekspresi antara euforia, tangis haru, dan kelegaan. Lebih dari apa yang kulihat ketika tiga kali melalui Ujian Nasional dan pengumuman kelulusan ujian masuk universitas. Mereka yang baru saja keluar itu bukan sekadar peserta ujian. Mereka adalah pejuang ilmu pengetahuan yang akan meninggalkan kontribusi berupa karya ilmiah setelah tiga setengah tahun melalui masa-masa indah dan perihnya mengejar ilmu di balik kredit perkuliahan.

“Selamat yaa! Pasti udah lega banget kan kalo udah prasidang?”

“Selamat ngerjain revisian dan lanjut bab selanjutnya yaa!”

“Sukses buat penelitian selanjutnya!”

“Doain semoga aku bisa ngejar prasidang kloter selanjutnya”

Bersama sahabat Sastra Jepang selepas berjuang
Bersama sahabat dari Ilmu Peternakan selepas berjuang


Begitulah gema ucapan-ucapan yang sesungguhnya masih belum cukup mewakili luapan perasaan yang sebenarnya. Meski telah diiringi dengan berbagai bingkisan maupun karangan bunga buatan tangan, tetap belum sebanding dengan anugerah setengah gelar yang akan mengantarkannya lebih dekat dengan kelulusan. Dan seberapa banyak jepretan foto dokumentasi yang dibuat pun takkan bisa melukiskan kelegaan yang terpancar di wajah para peserta prasidang seutuhnya. Dan senyumku ikut merekah tatkala sahabat-sahabatku memancarkan kelegaan itu.

Cerita tentang prasidang, sidang UP, atau apapun istilahnya akan tetap membawa cerita yang sama. Di manapun itu diselenggarakan, masih tetap mengusung euforia dan haru berjuang demi separuh gelar dengan menjadi pejuang skripsi selama beberapa bulan.

Jadi intinya selamat bagi sahabat-sahabatku yang sudah mengejar setengah dari proses menuju gelar seutuhnya. Selamat bagi kalian yang akan melanjutkan penelitian hingga bulan selanjutnya. Jangan biarkan semangat dan rasa percaya diri kalian meluncur menuruni jurang penuh ketidakpastian. Sementara, aku masih harus mengejar paruh pertama dengan penuh perjuangan. Masih banyak tahapan yang harus kami tempuh dan kami matangkan untuk menghadapinya. Takkan sulit memang, bila menjaga semangat juang agar tetap dalam keadaan panas-panasnya.

Catatan kecil ini kupersembahkan pada sahabatku di Sastra Jepang FIB yang telah mengikuti prasidang pada tanggal 19 Desember dan sahabatku yang lainnya di Ilmu Peternakan Fapet pada tanggal 20 Desember.

You Might Also Like

0 comments

Like us on Facebook

Flickr Images