Stempel Kameari dan Surga Kain di Nippori (亀有の判子と日暮里の繊維天国)

8:03 PM

Stempel dari Kameari

23 Juli 2017

Suatu malam saat akan pulang dari acara makan bersama staf kantor, salah satu diantaranya memberitahu bahwa ada jidouhanbaiki (mesin penjual otomatis) yang dapat membuat hanko (stempel). Meski aku tak tahu apa yang membuatnya tiba-tiba membahas jidouhanbaiki itu, tapi kuakui ia telah berhasil membuatku tertarik sekaligus penasaran. Tak hanya masalah hanko, staf perempuan asal Osaka itu juga merekomendasikan untuk pergi ke daerah Nippori yang merupakan surga kain meteran. Kebetulan sekali aku juga ingin mencari kain motif ala Jepang untuk dijadikan kerudung.

Dari obrolan itulah aku bertukar kontak Line dengannya. Lalu kami mengatur waktu dan tempat janjian. Karena mesin pembuat stempel itu ada di Ario Kameari (mal di daerah Kameari), jadi kami akan bertemu di Stasiun Kameari, lalu setelah itu ke daerah Nippori. Setelah sepakat untuk bertemu di hari Minggu pukul 9 pagi, obrolan kami pun merembet pada Koppe Pan, toko roti di Kameari yang sangat laris karena keunikan produknya. Bagaimana tidak unik, toko itu membuat gebrakan baru dengan menjual roti ala kantin sekolah dasar Jepang namun tak hanya disajikan dengan yakisoba (mi goreng), ada juga varian rasa yang lainnya.

Kali ini aku melewati rute densha yang sangat berbeda. Biasanya dari Stasiun Shibamata aku selalu naik kereta yang mengarah ke Takasago, tapi kini aku harus ke arah sebaliknya untuk sampai ke Stasiun Kameari. Itu artinya, tempat yang kutuju akan menjauhi Akihabara, Asakusa, dan tempat magangku di distrik Chiyoda. Sepanjang perjalanan, aku hanya melewati daerah yang bukan jajahanku. 

Berkat kesetiaanku mengikuti bimbingan Yahoo! Norikae Annai, untunglah aku berhasil tiba di Stasiun Kameari. Stasiun itu sebetulnya tak terlalu besar, tapi sangat ramai oleh orang-orang yang hendak berlibur. Di beberapa sudut tertempel beberapa poster pengumuman festival musim panas. Ilustrasi kembang api yang meriah sangat kontras dengan latar dinding yang didominasi cat abu yang kusam itu. Festival itu salah satunya akan diselenggarakan di Shibamata. Sekilas aku jadi ikut membayangkan betapa meriahnya pertunjukan kembang api raksasa yang akan mewarnai pemandangan malam itu.

Akhirnya aku bertemu dengan staf yang naik bis menuju Kameari itu, tepat setelah aku menghabiskan sarapan roti dan susu kedelai. Agenda pertama kami adalah membeli roti ala sekolah dasar Jepang. Kami berjalan melalui area pertokoan yang agak sepi karena banyak toko yang masih tutup. Lima menit kemudian, tibalah kami di Koppe Pan yang ternyata sudah diisi oleh antrian pembeli. Menurut staf itu, biasanya antrian mengular cukup panjang dan akan menghabiskan cukup banyak waktu. Untunglah saat itu pembelinya belum terlalu banyak.

Dari daftar menu, aku melihat berbagai roti dengan isiannya yang unik. Ada yang berisi campuran daging, sayuran, bahkan buah peach khas musim panas. Baru lihat dari gambarnya di daftar menu saja sudah sangat menarik. Roti berbentuk seperti hotdog yang kira-kira sebesar telapak tangan orang dewasa itu dijual dengan harga sekitar 600 sampai 700 yen. Baru mencium aroma rotinya saja sudah membuatku mengerti alasan banyak orang yang rela untuk mengantri berlama-lama. Mungkin ada yang sekadar penasaran sepertiku atau bahkan bernostalgia sejenak sambil mengingat momen lucu di sekolah dasar. Rencananya kami akan makan siang dengan roti itu.
Suasana di dalam Koppe Pan

Daftar menu roti di Koppe Pan

Lalu perjalanan dilanjutkan ke Ario Kameari. Luasnya tak beda jauh dengan mal kebanyakan di Bandung. Sesekali aku mengalihkan pandangan karena di kiri kanan banyak toko yang menawarkan pakaian dengan potongan harga ala musim panas. Berulang kali pula aku menegaskan pada diri sendiri bahwa tujuan utamaku hanya untuk membeli stempel. Memang bukan hal mudah ya menahan diri di saat dompet mulai menipis sementara godaan semakin menggempur.
Plaza Ario Kameari
Setelah berkeliling cukup lama, akhirnya kami menemukan mesin pembuat stempel di salah satu sudut toko alat tulis. Bentuknya sekilas mirip mesin arcade, didukung dengan warna merah mencolok. Aku sedikit merasa geli sekaligus kagum membayangkan betapa kreatifnya orang Jepang sampai-sampai menciptakan mesin otomatis pembuat stempel. Ketika negara lain termasuk Indonesia tengah sibuk-sibuknya membangun negara, orang Jepang sudah membuat suatu teknologi yang jarang terpikirkan oleh bangsa lain.

Sambil mengikuti instruksi pada layar, staf kantor berambut pendek itu menjelaskan cara kerjanya. Pertama, aku harus memilih batangan stempel dengan warna dan harga yang beragam. Saat layar menampilkan batangan stempel dengan berbagai warna dan harga, kupilih yang warna merah dengan belang putih seperti kelereng. Kemudian layar menampilkan pilihan huruf dan gambar. Lantas kuketikkan namaku dalam aksara katakana dengan gambar bunga sakura dan bintang. Setelah itu, mesin mulai bekerja mengukir batangan stempel selama 20 menit. Dan selama layar menunjukkan progress pembuatan stempel.

Sambil menunggu stempel, kami melihat-lihat alat tulis dan aksesoris lucu khas musim panas. Tak berbeda jauh dengan di Daiso, banyak buku catatan kecil berwarna-warni yang dijual. Namun uniknya, aku menemukan kartu pos yang ketika ditekan dapat mengeluarkan suara kembang api beserta kelap-kelip cahayanya. Tentu saja harganya cukup mahal, bisa sampai 900 yen, 9x lipat dari harga kartu pos yang dijual di Museum Nasional Tokyo.

Tak terasa loading sudah mencapai 100%. Layar pun menampilkan hasil ukiran pada batangan stempel. Nama dan gambar yang kupilih tercetak sempurna. Temanku menawarkan apakah aku butuh penyangga stempel atau tidak. Penyangga stempel itu berfungsi agar batangan stempel dapat digunakan secara praktis karena langsung tersambung dengan stamp pad. Kemudian aku juga membeli dua buah stamp pad kecil yang katanya bisa dipakai untuk mengecap sebanyak 500 kali. Pengeluaran hanya untuk stempel memang hingga mencapai 2000 yen, tapi sama sekali tak rugi karena rasa penasaranku terbayar. Lagipula 2000 yen untuk sesuatu yang langka dan jangka panjang it’s not bad. Siapa pula yang mau menghabiskan tinta stamp pad dengan 500 kali cap sekaligus?

Setelah membeli hanko beserta perlengkapannya, aku bersama staf Northern Lights yang humoris itu menikmati makan siang dengan roti ala kantin SD itu. Meski kelihatannya kecil, tapi ternyata roti isi daging ayam tumis ini cukup mengenyangkan. Rasanya seperti makan seporsi nasi dengan ayam suwir. Di sela-sela makan siang, kami bercerita banyak hal termasuk kekasih dari staf asal Osaka itu.

Puas menyantap roti, kami langsung pergi ke Nippori untuk berburu kain. Meski sama-sama ke Nippori kami memiliki dua tujuan berbeda. Aku mencari kain bermotif ala Jepang, sedangkan ia mencari kain selain motif Jepang untuk penutup rak bukunya. Kami naik densha dari Stasiun Kameari hingga Nishi-Nippori, lalu berjalan kaki ke arah Nippori. Aku mengikuti di belakang sementara temanku itu memimpin sambil memastikan arah dengan Google Maps. Kami tetap teguh berjalan kaki meski jaraknya jauh dan kadang diinterupsi oleh angin maupun hujan gerimis.

Akhirnya kami tiba di jalan raya dengan deretan toko kain di kiri kanannya. Daerah ini seperti Cigondewah di Bandung atau Tanah Abang di Jakarta. Meski ada beberapa toko yang tutup, tapi dari jendelanya kami tetap dapat melihat gulungan kain yang besar dan tebal. Toko besar maupun kecil berderet menjajakan berbagai kain dengan motif dan bahan yang beragam. Bahkan ada juga yang menjual kancing beserta aksesoris lain yang selalu dipakai untuk kepentingan desain baju.
Deretan toko kain di Nippori
Sayang sekali, salah satu toko kain meteran yang kami tuju ternyata tutup di akhir pekan. Padahal toko itu terkenal di kalangan wisatawan dan harga kainnya sangat terjangkau. Di samping itu, toko itu juga sudah membuka jasa jual beli online. Sayang sekali. Meski masih banyak toko yang buka, kami cukup kebingungan saat memilih motif dan bahan kain yang pas. 

Setelah melangkah beberapa meter, akhirnya kami menemukan salah satu toko, lebih tepatnya satu-satunya toko yang menjual kain motif Jepang yang sangat bervariasi. Lalu aku menjatuhkan pilihan pada dua jenis kain yang biasanya dipakai untuk bahan dasar kimono maupun yukata itu. Temanku pun akhirnya membeli kain di toko yang sama. Dua helai kain ukuran 1 x 1 meter yang kubeli harganya 1300 yen.
Di depan Excelsor Coffee daerah Nippori

Sebelum pulang, kami berisitirahat sejenak di Excelsor Coffee. Sementara temanku menikmati minuman dingin, aku iseng-iseng mencoba memantas-mantas kain ala Jepang itu. Saat mencoba yang bermotif bunga dengan warna dasar coklat, temanku tiba-tiba tertawa dan berkata, 

“Kamu mirip dengan.. apa itu tunggu sebentar..”

Lalu ia browsing sejenak dan membiarkan pembicaraannya menggantung. Tak lama kemudian ia menunjukkan gambar boneka tradisional Rusia tanpa lengan dan kaki yang tampaknya tak asing. Ternyata aku dan kerudung itu mengingatkannya pada matryoshka. Kami spontan tertawa geli. Hah, ada-ada saja imajinasinya itu.

Lalu kucoba kain yang satunya lagi. Warnanya merah dengan gradasi menuju pink. Motif bunganya kecil-kecil dan tampak sangat apik menghiasi beberapa sisi kain. Bahannya pun berbeda dengan kain sebelumnya karena agak kasar seperti kulit jeruk. Menurut temanku, kain itu membuat penampilanku lebih dewasa dan formal. Jadi ia menyimpulkan bahwa aku terlihat kawaii dengan kerudung coklat, dan terlihat otona-rashii (dewasa) dengan kerudung merah itu.
Apakah dengan kerudung ini aku terlihat seperti matryoshka? :p

Kerudung yang katanya membuatku otona-rashii

Kini oleh-oleh Jepang berupa stempel dan kain motif Jepang telah kunikmati dengan baik. Ketika orang Jepang menggunakan stempel sebagai pengganti tanda tangan, bagiku stempel itu digunakan sebagai label nama pada halaman pertama buku mulai dari novel hingga buku pelajaran. Lalu kain motif Jepang itu kujadikan kerudung segiempat yang menambah koleksi kerudung dan siap untuk mix-and-match dengan pakaianku yang lain. Bagiku, kedua-duanya adalah barang dari Negeri Sakura yang simpel namun begitu otentik. Tapi tentu saja, kenangan di balik pencarian barang itulah yang lebih otentik.

You Might Also Like

2 comments

  1. Serunya dpt oleh2 baru dari jepang.
    Aku lebih suka motif kerudung yang pertama. Lebih kawaii hahaha..

    ReplyDelete
  2. aku berdoa supaya bisa ke jepang aja dulu.. lol :'D

    www.shopforcheapo.com

    ReplyDelete

Like us on Facebook

Flickr Images