Festival Kembang Api di Shibamata (柴又の花火大会)

7:50 PM

Semarak kembang api yang menghiasi malam di Shibamata

25 Juli 2017

“Kamu tahu, nanti di Shibamata ada festival kembang api?”

Sore hari, ketika aku sibuk mengetik laporan harian, salah satu staf divisi eigyo (pemasaran) bertanya demikian. Menyinggung soal festival kembang api, tentu saja aku tahu tentang acara itu karena posternya sudah terpajang di mading penginapan sejak lama.

“Iya, aku tahu kok”

“Kebetulan aku tinggal di dekat sana, kita pergi ke sana yuk”

Tepat pada tanggal 25 Juli ini, aku teringat pada obrolan yang terjadi seminggu lalu itu. Saat itu ia juga tiba-tiba memberi pamflet promosi acara festival itu dan pamfletnya masih kusimpan dalam map plastik. Gambar pada pamflet itu sama persis dengan yang kulihat di papan pengumuman stasiun maupun penginapan. Festival tersebut berpusat di sekitar Edogawa dan suasananya akan ramai hingga daerah Shibamata. Meski jauh dari pusat Tokyo, tapi kelihatannya acara itu akan menjadi sangat meriah, apalagi terpampang foto pengisi acara yang sepertinya cukup terkenal.

Selama beberapa hari ini aku memang mendengar beberapa obrolan tentang festival kembang api di penginapan. Bahkan aku melihat penginapan kedatangan tamu sekeluarga yang ramai memenuhi ruang makan. Mungkin mereka akan datang ke festival. Salah satu staf penginapan juga bertanya apakah aku dan teman internship akan pergi ke festival, kami tentu saja merespon positif. Ia juga menambahkan bahwa kalau ingin menikmati pemandangan kembang api terbaik, kami boleh naik ke rooftop penginapan. Dalam hati, aku berteriak betapa ini adalah keberuntungan yang tak disangka-sangka!

“Hari ini kamu cuma kerja sampai jam 5 sore ya karena semua staf ada pertemuan dengan perusahaan klien di luar. Jadi laporannya bereskan sebelum itu”

Wah, tumben sekali aku diminta tantousha pulang lebih cepat. Untung saja pekerjaan hari ini hanya melanjutkan manual wawancara kerja dan slide presentasi untuk hari terakhir magang, jadi aku masih sanggup menyelesaikan laporan harian sebelum jam 5 sore.

Eh iya, tapi bicara soal pertemuan yang melibatkan seluruh staf, jangan-jangan staf perempuan yang membahas festival kembang api di Shibamata membatalkan rencananya untuk pergi bersamaku? Kalau benar begitu, sayang sekali. Harapanku untuk mengobrol banyak dengannya pupus sudah. Berarti hari ini aku akan pulang sendiri ke Shibamata.

“Ah, kamu langsung pulang ya hari ini?”

Tepat sebelum membuka pintu keluar, aku berpapasan dengan staf eigyo yang baru datang entah dari mana. Melihat wajahnya membuatku langsung teringat akan rencana pergi ke festival kembang api.

“Iya. Ngomong-ngomong hari ini semua staf ada pertemuan di luar kantor ya?” tanyaku sambil berusaha mengangkat topik tentang rencana kami.

“Begitulah. Oh ya, kalau begitu sayang sekali kita tidak bisa pergi sama-sama ke festival itu,” sesalnya. Berarti sudah fix ia membatalkannya. Lalu kami sedikit membahas tentang festival kembang api lain yang akan diselenggarakan selama musim panas hingga bulan Agustus. Ia juga sempat teringat pada festival di Sumidagawa pada tanggal 29 Juli yang katanya akan jauh lebih meriah.

Di perjalanan menuju Stasiun Jinbocho, aku teringat akan seorang teman yang memintaku untuk membuat video promosi LPK dekat gedung Igarashi, tempat JITCO membuka kantor. Karena masih banyak waktu, aku tak langsung ke Shibamata, melainkan ke arah distrik Minato. Dari Stasiun Mita, aku berjalan kaki selama kurang lebih 10 menit untuk tiba di gedung Igarashi. Dari proyek-proyek gedung, pabrik yang sangat besar maupun banyaknya truk container, membuatku tahu bahwa distrik Minato ini bisa dibilang distrik industri.

Akhirnya aku tiba di gedung Igarashi dan langsung mencari spot tempat syuting. Setelah beberapa kali take karena salah mengucapkan beberapa kata, video itu pun selesai. Meski sedang syuting di lokasi industri, tapi aku sama sekali tak melihat pencemaran berupa asap yang membubung tinggi maupun limbah pekat di sungai. Benar-benar bersih dan tak ada sampah secuil pun.

Tiba-tiba terdengar suara letupan kembang api yang bergema dari kejauhan. Suara itu menyadarkanku akan festival kembang api di Shibamata. Cepat-cepat aku kembali ke stasiun dan langsung naik densha. Saat memasuki Stasiun Oshiage, aku melihat semakin banyak muda mudi terutama kaum hawa yang memakai yukata sambil menggenggam uchiwa. Mereka pasti akan ke matsuri juga. Stasiun terlihat lebih ramai dari biasanya. Saat aku baru tiba di Takasago, beberapa letupan kembang api terlihat dari kejauhan, dan orang-orang yang menunggu densha pun semakin riuh dibuatnya. Aku pun jadi tak sabar ingin cepat-cepat tiba di Shibamata.

Di Stasiun Shibamata, aku sudah menduga semakin banyak massa yang memenuhi stasiun. Beberapa polisi terlihat mengatur jalur pejalan kaki. Untunglah meski sangat ramai, tak ada yang saling dorong maupun terjatuh. Di saat seperti ini, rasanya Shibamata telah melepaskan sifat klasik dan eksklusifnya. Jalanan yang biasanya sepi di malam hari, kini hampir seluruhnya penuh oleh pengunjung matsuri. Shibamata menjadi tak jauh berbeda dengan keramaian di Harajuku. Mau tak mau aku berjalan perlahan, menembus kerumunan orang yang berdiri di sekitar pedagang makanan seperti yakitori dan taiyaki.

Pusat keramaian pasti ada di area shoutengai tradisional. Benar saja, di kiri kanan jalan banyak penjual makanan ala musim panas seperti es krim dan kakigori. Untuk melengkapi momen di matsuri, aku membeli sebuah kakigori rasa matcha dengan harga 600 yen. Orang asing yang mengantri ternyata tak hanya aku, ada juga satu keluarga yang tengah berbicara dalam bahasa Mandarin. Di antara pengunjung yang lewat pun ada beberapa orang entah dari Amerika atau Eropa sambil menenteng ransel dan kamera. 

Di tengah-tengah antrian, untuk ke sekian kalinya kembang api menghiasi langit malam. Seluruh mata pengunjung pun tertuju ke arah timur. Kembang api besar maupun kecil muncul secara bergantian seperti menembaki langit. Suara letupannya bergemuruh meramaikan suasana, mungkin gemuruhnya masih terdengar hingga Takasago. Setelah mendapat kakigori, cepat-cepat aku berjalan ke jalan menuju penginapan dan berdoa semoga masih sempat menikmati pemandangan dari rooftop.

Sayang sekali, kembang api yang tadi ternyata adalah yang terakhir. Yang tersisa di depan mataku hanyalah kerumunan pengunjung maupun stan makanan. Entah pukul berapa semua itu akan berakhir. Semakin aku melangkah, semakin banyak macam makanan yang dijajakan. Di tengah riuhnya orang-orang, bahkan sempat ada orang India yang menyapaku dengan ucapan “Assalamualaikum”. Aku pun membalasnya meski suaraku sempat timbul tenggelam oleh keramaian. Mungkin ia membuka stan kari atau makanan khas India yang halal. Karena sudah lelah, aku tak sempat mampir ke stannya.

Jalan mulai terasa lengang saat aku mendekati penginapan. Pasti yang menjadi trending topic di penginapan adalah kemeriahan festival beserta kembang apinya. Aku pun memasuki kamar sambil menenteng cup bekas kakigori yang menyisakan serpihan es dan sedikit sirup matcha, lalu merebahkan tubuh di atas tatami. Tak lama kemudian teman sekamarku masuk. Lalu kami pun bercerita tentang festival tadi. Ternyata ia menikmati pemandangan melalui rooftop tepat saat kembang api akan diluncurkan. Ia pun memperlihatkan beberapa jepretannya yang membuatku berdecak kagum. Pemandangan aslinya pasti jauh lebih mengagumkan dari foto-foto itu.

Hasil jepretan temanku dari rooftop

Meski tak dapat menikmati acara dari Edogawa maupun rooftop penginapan, aku tetap merasa puas telah merasakan festival musim panas secara langsung. Meski aku tak membeli ringo-ame yang menjadi ciri khas festival, aku tetap bisa merasakannya dari balik kakigori matcha yang segar dan manis. Selama festival itu aku memang tak mengambil foto, tapi setidaknya mataku merekam banyak campur-baur manusia dari berbagai bangsa. Mulai dari keluarga pengguna bahasa Mandarin, backpacker ras Kaukasoid, hingga orang India yang sibuk berjualan makanan. Di kesempatan selanjutnya, aku bertekad ingin merasakan momen festival musim panas lebih intens lagi. Pasti bisa, suatu hari nanti.

You Might Also Like

0 comments

Like us on Facebook

Flickr Images