Berbagi Ilmu Kepenulisan Novel Bersama Orizuka (Part 3)
11:07 PM
Baiklah, sudah saatnya untuk beralih ke kelas menulis novel
yang ketiga di bulan Januari. Sebenarnya ini adalah kelas keempat yang dibuka
oleh Kak Orizuka, tetapi terpaksa kusebut yang ketiga karena aku melewatkan
kelas sebelumnya yang jatuh pada bulan Desember karena harus mengikuti acara di
tempat kerjaku. Jadi, otomatis aku melewatkan materi tentang penokohan dan
sebagainya.
Sesuai dengan gelar yang kuberikan untuk kelas ini,
pesertanya pun hanya bertiga. Rasanya seperti mengikuti sebuah private class.
Pada kelas “ketiga” ini, Kak Orizuka mulai menjelaskan
hal-hal mengenai setting. Pada
dasarnya, setting adalah latar cerita
yang bisa diambil dari berbagai aspek seperti geografis, sosial, sejarah, dan zaman.
Latar ini tentu saja harus disesuaikan dengan kebutuhan cerita dan harus
dicocokkan dengan logika. Ya, karya fiksi pun harus masuk akal, meskipun ia
fiksi. Makanya riset sangat diperlukan ketika ingin mengambil suatu latar
cerita.
Lalu bagaimana cara melakukan riset? Misalnya untuk riset
tempat, bila memang ada kesempatan sebaiknya datang ke tempatnya langsung.
Tetapi bagaimana bila kita ingin mengambil latar suatu kota
di luar negeri dan sulit memperoleh kesempatan untuk ke sana? Bersyukurlah di
zaman yang modern ini karena keberadaan Google, majalah, film, drama, dan buku
travelling dapat membantu penulis membangun suasana dalam latar tempat. Di
samping itu, kita juga bisa melakukan suatu wawancara (interview) kepada seorang teman yang pernah mengunjungi negara tersebut.
Untuk riset aspek latar yang lain pun bisa dilakukan dengan cara-cara di atas.
Di sini Kak Orizuka menegaskan bahwa penulis harus mendeskripsikan
latar dengan luwes dan bertahap. Penulis tak bisa serta merta menumpahkan
deskripsi keseluruhan tempat dan suasana dalam satu bab atau paragraf sekaligus.
Hal yang dideskripsikan haruslah poin yang memang diperlukan. Deskripsi tak
melulu harus dalam bentuk narasi, bisa juga diselipkan sebagai pendapat di
dalam dialog agar tak membosankan pembaca.
Selanjutnya adalah penjelasan mengenai riset secara umum.
Riset ternyata tak hanya untuk setting saja,
unsur intrinsik lain pun perlu dimatangkan melalui cara ini. Umumnya, poin-poin
yang harus diriset adalah sebagai berikut :
- Tema : Penulis harus menggali ide lebih dalam agar terkesan segar. Ide tak perlu memiliki orisinalitas yang mutlak, asalkan penulis bisa mengemasnya menjadi sesuatu yang bernilai khas.
- Karakter : Untuk penokohan, penulis bisa mencoba tes kepribadian (MBTI) baik secara online atau bukan. Hal itu perlu dilakukan agar tokoh dalam cerita memiliki karakter yang unik dan solid.
- Data pendukung : Setelah mematangkan riset unsur-unsur intrinsik, penulis dapat melakukan crosscheck data dan melakukan perbaikan bila ada sesuatu yang kurang.
Kemudian materi beralih pada hal terkait premis. Awalnya,
istilah ini terasa sangat asing bagiku. Aku yang hanya mengetahui premis dalam logika
matematika SMA akhirnya tahu definisi kata ini dalam bidang kepenulisan. Jadi,
premis adalah satu kalimat yang bisa menjelaskan inti naskah yang sedang
ditulis. Oh ya, istilah ini sebenarnya pernah dijelaskan sekilas pada kelas
pertama, namun kali ini Kak Orizuka menjelaskannya dengan lebih mendalam.
Dalam menulis premis, ada sebuah rumus yang mungkin bisa
dijadikan referensi. Rumusnya adalah : “Seseorang sangat menginginkan sesuatu,
tetapi menemui kesulitan dalam mencapainya”.
Sesuai dengan yang ada dalam rumus, ada syarat-syarat yang
mesti diperhatikan yaitu :
- Harus ada konflik utama yang muncul.
- Premis harus diekstrak dari sinopsis sebanyak 2-3 halaman menjadi 1 kalimat.
Setelah peserta memahami contoh-contoh premis yang
dikemukakan Kak Orizuka, penjelasan dilanjutkan pada alur. Dalam versi Kak
Orizuka, alur atau jalan cerita ini memiliki pembagian seperti ini :
- Pengenalan
Pada fase ini, penulis harus melakukan pengenalan karakter dan permasalahan yang mereka alami. - Konflik
Konflik terdiri dari konflik utama dan pendukung. Penulis harus menentukan apakah konflik ini berperan menggerakkan cerita atau malah membuat cerita menjadi stagnan. Bila tidak berperan terhadap perkembangan cerita, tidak usah dimasukkan. - Komplikasi
Permasalahan dalam cerita semakin rumit dan tajam. Fase ini sebaiknya ditaruh saat menjelang puncak permasalahan (klimaks). - KlimaksDi sini terdapat puncak ketegangan dan krisis. Klimaks sebaiknya ditaruh di ¾ cerita. Artinya, menjelang novel selesai.
- Penyelesaian
Bagian ini berisi solusi dan akhir cerita. Akhir cerita dapat berupa ending terbuka atau tertutup. Tergantung kebutuhan penulis.
Dalam penulisan novel, penulis tentunya harus menentukan
seperti apa jalan cerita dari awal hingga akhir. Hal itu dapat dilakukan dengan
cara membuat outline. Outline ini berisi poin-poin cerita dari
awal sampai akhir. Penulis bisa membuatnya per chapter (aku pun membuat outline
dengan cara ini). Memang tak semua penulis novel pasti membuat outline karena ada juga yang suka
berimprovisasi dalam bercerita. Tetapi untuk penulis pemula, ini penting demi memetakan
ide-ide agar tidak kabur.
Selanjutnya, Kak Orizuka mengalihkan topik pada penjelasan
umum tentang dialog dan narasi. Masing-masing memiliki fungsi dalam cerita. Dialog
berfungsi membantu menjelaskan watak dan hubungan antar karakter sesuai
kebutuhan cerita. Misalnya karakter yang bijak ataupun yang serampangan pasti
akan terlihat dari diksi yang digunakan. Narasi berfungsi untuk membangun mood cerita, misalnya romantis,
menegangkan, menggelikan, dan sebagainya. Selain itu, melalui narasi penulis
dapat mempercepat atau memperlambat alur cerita.
Oleh karena memiliki fungsi tersebut, penulis tak bisa hanya
berpihak pada salah satu unsurnya saja. Maka dari itu, diperlukan proporsi yang
pas untuk membagi dialog dan narasi. Keduanya harus saling melengkapi dan sesuai
dengan pesan yang ingin disampaikan penulis. Kalau ingin mempercepat alur cerita,
penulis bisa hanya mencantumkan dialog tanpa narasi, begitu pula sebaliknya.
Sebagai tambahan, Kak Orizuka menuturkan bahwa deskripsi yang
baik adalah deskripsi yang mengandalkan panca indera dan majas-majas. Oleh
karena itu, seorang penulis harus memperbanyak referensi bacaan. Banyak
menulis, berarti harus banyak membaca pula sebagai penunjang “gizi” seorang
penulis.
Untuk tulisan selanjutnya, akan ada penjelasan tentang bab
pertama, writer’s block, pengiriman
naskah dan kemungkinan yang terjadi setelahnya. Jadi, tunggu saja tulisan
dariku mengenai kelas menulis novel yang keempat.
0 comments