Kunjungan ke SFP (SFP様への訪問)

2:06 AM


20 Juli 2017

Program internship ini tak terasa sudah memasuki pertengahan minggu kedua. Semakin hari semakin aku merasakan kegiatan magang yang sebenarnya, tak hanya belajar teori-teori saja. Dan tentu saja semakin banyak yang telah dan akan kupelajari.

Siang ini, aku bersama tantousha dan kachou akan melakukan houmon (kunjungan) ke perusahaan bernama SFP. Sekilas aku diberitahu bahwa SFP itu perusahaan yang mengelola berbagai restoran dan izakaya. Mendengar informasi itu, aku jadi sedikit kilas balik mungkin beberapa restorannya masuk dalam list nama perusahaan yang kucari saat mengerjakan tugas (ceritanya ada di sini).

Kami berangkat tepat sebelum jam makan siang. Sepanjang perjalanan dari Stasiun Jinbocho ke Futakotamagawa, aku masih menebak-nebak apakah SFP  itu atmosfirnya santai seperti Tsunagaru atau sangat formal.

Saat kami tiba di Stasiun Futakotamagawa, atmosfer stasiun yang oshare terasa begitu kuat. Betapa tidak, di mana-mana banyak restoran dan toko pakaian. Hampir aku menyangka bahwa aku sengaja dibawa hang out ke pusat perbelanjaan. Aku dan tantousha bahkan menyempatkan diri melihat-lihat baju yang sedang menjadi tren di musim panas. Kebetulan sekali ada scarf yang dijual, tapi sayang harganya mahal. Menurutku wajar saja benda itu dijual di atas 3000 yen, bahan dan motifnya memang bagus.

website resmi SFP Holdings
Kemudian kami masuk ke sebuah gedung yang luas dan megah. Baru sampai lantai satu, aku sudah melihat betapa mewah dan bersihnya perkantoran itu. Kalau dilihat-lihat, gedung itu lebih luas dari gedung perkantoran tempatku magang. Di setiap lantai pasti ada lobi yang luas beserta sofa di tengah-tengahnya. Kami tak hanya melewati lobi, tapi juga koridor yang panjang dan berbelok-belok. Sesekali aku melihat ke beberapa ruangan yang dilewati. Di dalamnya terdapat beberapa meja kerja yang panjang beserta para stafnya yang terlihat sibuk.

Lalu kami tiba di lantai 10. Kantor SFP yang bercat dan berlantai putih bersih terlihat setelah melewati koridor panjang. Lobi serba putih itu menurutku pantas disandangkan dengan lobi hotel bintang 5. Setelah kachou menelepon pihak kantor, kami disambut oleh staf wanita yang sangat ramah. Ia mengantar kami ke sebuah ruang pertemuan kecil. 

Tak lama kemudian datanglah seorang pria berusia lima puluhan. Kali ini aku bukan berhadapan dengan executive producer, tetapi Wakil Direktur. Melihat dari atmosfir kantor, kelihatannya ini adalah perusahaan yang cukup formal. Ambil saja contoh penampilan staf perempuannya yang rata-rata memakai blazer. Tak satupun di antara mereka yang memakai cardigan atau jaket hoodie seperti di Northern Lights atau Tsunagaru. Aku jadi bertanya pada diri sendiri, apakah di masa depan aku cocok bekerja di perusahaan seperti ini?

Bapak Wakil Direktur itu menyalami kami dengan ramah. Lalu kachou memperkenalkan diri dan menyampaikan maksud kunjungan. Kemudian aku diminta untuk jikoshoukai dan bertukar meishi seperti yang diminta sebelumnya oleh tantousha. Sementara percakapan basa-basi berlangsung, aku mencoba menebak obrolan apa yang selanjutnya terjadi. Namun aku tahu, yang jelas tak akan sesantai saat bersama EP Tsunagaru, melihat usia Bapak Wakil Direktur yang jauh lebih senior dan jabatannya yang lebih tinggi.


Brand restoran dan izakaya milik SFP Holdings
Obrolan pertama dibuka dengan pembahasan tentang peserta mensetsukai di salah satu izakaya milik SFP. Wakil Direktur itu berdiskusi dengan kachou tentang kualifikasi mereka, seperti kepemilikan surat izin dan sebagainya. Intinya para peserta harus memiliki kualifikasi lengkap tanpa terkecuali. Aku dapat melihat jelas nama-nama Vietnam—para peserta mensetsukai—pada dokumen yang dibawa tantousha.

Tanpa kuduga, seluruh pembicaraan menjadi mengarah kepadaku dan pada hijab yang kukenakan. Saat kuberitahu bahwa hijab adalah sebuah keharusan dan identitas wanita Muslim, untunglah Wakil Direktur mengerti. Aku pun tak menyangka ia sudah tahu bahwa umat Muslim harus beribadah di waktu-waktu tertentu. Meskipun begitu, menurutnya hal itu masih sulit disesuaikan dengan jadwal bekerja apabila ada orang Muslim yang mau arubaito di restoran atau izakaya. Hal itu memang tak sepenuhnya keliru. Jangankan itu, aku juga mendengar dari tantousha bahwa perempuan Muslim yang berhijab pun sulit untuk diterima arubaito di dua tempat itu, entah apa alasannya.

Kemudian topik jadi menyambung pada cerita saat ia ditugaskan di Indonesia pada tahun 90an. Ia bercerita tentang Bali dan hotel tempatnya bekerja dulu. Obrolan menjadi semakin menarik karena ia terus mengemukakan pendapatnya mengenai Bali. Itu membuatku tahu pandangan orang asing mengenai Indonesia. Saat itu ia menceritakan berbagai hal seperti makanan, masyarakat, suasana dan sebagainya.

Ketika topik berganti, muncul sebuah masalah baru. Entah kenapa rasa kantuk mulai menggangguku. Itu bukan kantuk yang biasa terasa setelah jam makan siang. Kedua kelopak mataku beratnya bukan main, bahkan beberapa kali aku hampir jatuh tertidur. Teh hijau yang disajikan saat kami baru datang pun tak banyak membantu. Akibatnya, aku jadi tak dapat menyimak obrolan. Untunglah saat Bapak Wakil Direktur sesekali bertanya padaku, aku masih dapat menjawab dengan baik sambil berusaha keras mengusir rasa kantuk.

Kunjungan pun selesai pada pukul setengah 3 sore. Meski hanya berlangsung kurang lebih 2 jam, bagiku terasa begitu panjang. Sementara kachou kembali ke Osaka, aku dan tantousha kembali ke Jinbocho, melanjutkan pekerjaan masing-masing di kantor. Aku dengan manual yang masih belum setengahnya, dan tantousha dengan pekerjaannya mendata peserta mensetsukai.

Pada intinya, kunjungan hari ini menyenangkan. Banyak hal yang bisa kudengar dari orang hebat yang banyak pengalaman seperti Bapak Wakil Direktur SFP. Banyak pula yang kudapat hari ini, termasuk kartu nama baru dan pengalaman berperang dengan rasa kantuk luar biasa. Oh ya, dan juga lelucon baru tentang kachou yang disangka orang Vietnam yang jago berbahasa Jepang, padahal dia asli orang Jepang.

You Might Also Like

0 comments

Like us on Facebook

Flickr Images