Yaranai Hazu no Koto (The Thing’s I Shouldn’t Do) (Fourth Day of #7DaysKF)

9:11 AM



Fourth Day : Yaranai Hazu no Koto (The Thing’s I Shouldn’t Do)
Selected!

Setiap aku bosan dengan keseharian, setiap aku bosan dengan segala yang terlihat sama, terkadang aku melarikan diri sejenak ke tempat tertentu yang cukup jauh. Terkadang yang kupilih itu pusat perbelanjaan, atau mungkin sebuah taman, atau tempat yang bisa membangkitkan kenanganku tentang suatu hal. Di tempat-tempat itu aku dapat melihat sesuatu yang berbeda, orang yang silih berganti di setiap waktu, hingga tak dapat dikenali satu per satu.

Suatu hari, di suatu sudut pusat perbelanjaan, aku melihat tak sedikit siswa SMA yang datang untuk jalan-jalan. Satu kelompok siswa perempuan dan laki-laki itu tampak tertawa dengan lepas dan wajah mereka begitu cerah, entah apa yang akan mereka lakukan saat itu. Menangkap pemandangan itu, telah membuatku kembali mengingat saat masih seusia mereka. Satu demi satu cerita terjalin bersamaan dengan melayang-layangnya ungkapan orang banyak yang berbunyi, “Masa SMA adalah masa yang paling indah”.

Benarkah? Mendadak aku bertanya pada diri sendiri. Tak peduli langkah tak bertujuanku ini, pikiranku melayang pada kronologi yang terjadi sejak 6 tahun silam.

Enam tahun silam ketika aku baru menginjakkan kaki di sekolah menengah atas, dengan hati menggebu-gebu. Dengan beribu harapan, aku ingin membuktikan perkataan orang tentang indahnya masa SMA. Maka dari itu aku pun tetap maju meski jiwa anak SMP masih terbawa-bawa. Hal pertama yang kulakukan adalah mencari teman sebanyak-banyaknya melalui media sosial. Saat aku menyadari betapa mudahnya, optimisme pun muncul. Mungkin ini adalah langkah awal untuk menyambut indahnya masa SMA-ku.

Hari demi hari, masa putih abu terus kulalui. Namun kenyataannya tak semudah yang kubayangkan. Entah sejak kapan persisnya, aku pun menjadi siswa yang kesepian di tengah keramaian. Siswa yang terjebak di antara serigala berbulu domba. Siswa yang sepanjang waktu menyemangati diri dengan apapun yang ia punya. Siswa yang terancam tak bisa menjadi dirinya sendiri karena merasa dunia seolah menolak jati dirinya sambil berkata, “Kau harus seperti kami, agar bisa selalu bersama kami”.

Saat hendak tidur, aku selalu berpikir agar besok melarikan diri, atau keluar dari lingkungan itu secara terang-terangan. Namun, aku sadar akan satu hal. Aku selalu menoleh ke belakang, di mana ada orang tuaku yang merintih mengumpulkan rupiah demi rupiah, membanting tulang demi lunasnya biaya sekolah yang tak murah itu. Bila aku keluar, apakah itu berarti keringat mereka yang terbuang telah sia-sia? Bila aku esok hari melarikan diri, apakah itu berarti uang halal mereka terbuang untuk seorang anak yang kabur dari tanggung jawab? Setiap berpikir demikian, pikiran-pikiran buruk tadi terhapus sedikit demi sedikit, hingga aku memejamkan mata. 

Dan semenjak itu, tidur pun selalu menjadi jembatan antara khayalan seorang anak putus asa dengan kenyataan pahit pada esok harinya di sekolah.

Setiap kali aku melangkah di setiap sudut interior mewah sekolah, selalu terselip doa kecil di antaranya. Aku selalu berdoa semoga ada suatu hal yang menyebabkanku pulang lebih awal, atau semoga ada satu hari tanpa tekanan berupa tugas atau ujian, atau bahkan doa agar terjadi momen menyenangkan dengan siapapun di sekolah pada hari itu. Ya, hanya itu. Aku tak meminta agar waktu luangku selalu ada untuk bermain ke mall, aku tak meminta agar saat lulus diadakan pentas seni besar-besaran, dan aku tak meminta menjadi orang paling terkenal di sekolah. Hanya doa-doa kecil itu saja yang kuandalkan.

Dan setiap kali aku mengalami pengalaman pahit, pikiranku selalu mencari tahu sesuatu yang membuatku terjebak di sana. Pasti itu berasal dari momen saat aku memilih akan melanjutkan ke SMA mana. Momen di mana aku berjuang mati-matian untuk membuktikan potensiku lebih besar dari para ‘pelaku kecurangan’ itu, hingga membuatku nekat masuk suatu sekolah untuk mempelajari sesuatu yang sangat berat bagiku. Demi sebongkah gengsi, demi memanjakan telinga dengan pujian orang-orang bila mengetahui apa yang kupelajari di sana. Ya, dengan kata lain akar permasalahannya telah kutanam sejak saat itu.

Aku sadar, aku tak seharusnya melakukan itu. Aku tak seharusnya membiarkan diriku termakan oleh gengsi. Aku tak seharusnya berambisi untuk menunjukkan diri di hadapan para ‘pelaku kecurangan’ dengan statusku sebagai siswa sekolah prestisius itu. Aku tak seharusnya melakukan itu, sehingga tak akan ada kata-kata, “Bagaimana kalau aku melarikan diri?”, “Apakah esok hari akan menjadi hari yang menyenangkan?”, atau “Ayo semangat, kamu di sini hanya tinggal 2 tahun 3 bulan lagi kok”. Dan selama sisa waktuku di sana, penyesalan tak henti-hentinya menyiksaku dalam sunyi.

Seandainya aku tak melakukan itu, mungkin masa putih abu itu takkan terasa begitu kelabu. Mungkin setiap hari aku akan tertawa bersama teman-teman. Mungkin aku akan selalu bersenang hati meski tekanan tugas maupun ujian terus berdatangan. Mungkin akan selalu ada waktu untuk mampir di mall, seperti kebanyakan anak seusiaku. Dan mungkin aku akan selalu berkata, “Aku akan merindukan masa-masa ini”, “Rasanya aku ingin selamanya menjadi anak SMA seperti ini”, atau “Tidak, waktuku tinggal 2 tahun 3 bulan lagi, aku tak mau berpisah dari kehidupan SMA”. Dan seandainya demikian, takkan mungkin aku meneriakkan slogan kemerdekaan saat berhasil menyelesaikan waktu 3 tahun di sana.

Pahit sekali memang, tapi itulah pelajaran dalam hidup. Aku merasa waktu tiga tahun itu seperti latihan menempa diri untuk menghadapi kehidupan yang lebih keras. Bagaimanapun juga, ada secercah hikmah ketika aku melakukan “hal yang seharusnya tak kulakukan” itu. Sekarang ini aku selalu kuat menghadapi permasalahan kecil saat ini, karena dulu aku pernah mengalami yang lebih kompleks dari hal itu. Sekarang ini aku tak mudah membuang air mata ketika tersakiti oleh suatu hal, karena yang kualami dulu jauh lebih menyakitkan.Ya, ternyata “hal yang seharusnya tak kulakukan” itu secara tak langsung telah mengajarkanku akan banyak hal.
.
.
#7DaysKF

You Might Also Like

0 comments

Like us on Facebook

Flickr Images