Pelajaran Pertamaku (最初の学んだ事)~Serba-Serbi Magang di Jepang~

5:10 AM


Apa yang harus kuajarkan besok? Apa yang harus kutulis di kertas A4? Dan bagaimana caraku menyampaikannya kepada mereka? Oh tidak, aku harus mempersiapkannya mulai dari malam ini!

Bayangan mengenai hari esok masihlah sangat samar. Sejak selesai makan malam hingga menjelang pukul 11 malam aku masih tetap merenung. Kertas putih pemberian tantousha sama sekali belum menyandang nama kertas bergambar. Aku tahu, sampai kapanpun benda itu akan disebut kertas putih sebelum pensil di tanganku menorehkan gambar maupun tulisan-tulisan. Lantas aku bertanya dalam hati, pelajaran seperti apakah yang diharapkan oleh orang asing yang sama sekali belum tahu bahasa Indonesia?

Sedikit aku berkaca saat pertama kali belajar bahasa Jepang dulu, sekitar 6 tahun lalu. Dulu aku belajar menggunakan buku pelajaran bahasa Jepang dasar yang sudah sangat usang, pemberian pamanku. Halaman pertama buku tersebut berisi tabel huruf kana dan langsung mempelajarinya meski sangat sulit. Tapi, untuk kasus mengajar bahasa Indonesia, rasanya aku tak perlu mengajarkan huruf-huruf apapun pada mereka, toh hanya memakai alfabet.

Kuingat-ingat lagi apa yang kupelajari setelah kana. Beberapa halaman setelahnya membahas tentang sapaan. Dan di antara poin sapaan di sana, kalimat yang kupelajari pertama dan menjadi familiar hingga detik ini adalah : Ohayou gozaimasu

Oh ya, sapaan! Mungkin itu juga yang ingin mereka pelajari pertama kali. Baiklah, karena mereka selalu membiasakan aisatsu (sapaan) pada saat bekerja, aku akan mengajarkan kata padanan “Ohayou gozaimasu” dalam bahasa Indonesia. Dan.. tada… kata itulah yang kini tertulis di atas kertas putih. Tak hanya itu, gambar chibi sebagai pemanis juga kutambahkan di sampingnya. Setelah itu kuberi judul sesuai apa yang dikatakan tantousha tadi sore. Materi pelajaran pertama “Indonesia-go Corner” pun rampung sudah!

Keesokan harinya, dengan terburu-buru aku berjalan menuju stasiun untuk kembali berjuang di tengah rush hour. Sesampainya di Jinbocho, aku mampir ke minimarket untuk membeli roti dan susu untuk sarapan. Kemudian aku berjalan cepat ke kantor. Aku tahu, ini masih pukul 8:35, tapi aku harus melakukan “simulasi dalam pikiran” terlebih dulu untuk mengajar bahasa Indonesia nanti.

Ohayou gozaimasu!”

Beberapa staf yang sudah hadir lebih awal menjawab salamku hampir bersamaan. Bapak atasan yang kemarin mengajakku makan berkomentar, “Kyou wa hayai desu ne (Hari ini kamu dateng cepet juga ya)”. Aku hanya tersipu, tentu saja aku tak menjelaskan alasan sebenarnya. Aku hanya menjelaskan alasan datang lebih cepat karena ingin sarapan dulu. Pria berusia 50 tahunan itu manggut-manggut sambil tersenyum. Sambil sarapan, diam-diam aku membaca kertas materi dan melancarkan “simulasi”.

Keasyikan “simulasi” sambil menikmati melon pan, aku baru sadar bahwa jam sudah menunjukkan pukul 9. Tak lama kemudian, para staf membersihkan meja kerja masing-masing sebelum berdiri di sekeliling ruang kantor. Ah, chourei akan segera dimulai. Cepat-cepat aku membawa kertas materi dan berdiri di samping kanan tantousha.

Setelah beberapa orang menyampaikan laporannya, tantousha-ku angkat bicara, “Mulai dari hari ini akan ada sesi belajar bahasa Indonesia bernama ‘Indonesia-go Corner’”. Lalu perempuan berkebangsaan China itu memberi gestur agar aku memulai sesi tersebut. Dengan tangan yang sedikit gemetar dan debaran jantung yang lebih cepat dari biasanya, kumulai “Indonesia-go Corner” pertama.

Saat mengajarkan kata “Selamat Pagi”, aku harus mengulangnya 3 kali. Untuk yang kedua dan ketiga kalinya kubuat perlahan agar para staf dapat mengikuti dengan baik. Sebenarnya masih ada ungkapan tambahan yang lain, tapi cepat-cepat kututup karena tak sanggup meredam rasa gugup. Semua memberi tepuk tangan saat aku menutup sesi “Indonesia-go Corner”. Meski telah berakhir, kedua tanganku yang saling bertaut masih saja gemetaran.

Lalu apa yang akan kulakukan hari ini? Saat aku bertanya demikian pada tantousha, ia menyuruhku mengecek tabel jadwal internship harian yang seluruhnya ditulis dalam bahasa Jepang. Di kolom sebelah kanan tertulis “Dasar-dasar Business Manner Jepang”. Ternyata hari ini aku akan belajar tentang business manner bersama beberapa penanggung jawab. Sebenarnya nama mereka tercantum di kolom paling kanan, tapi aku tak bisa membacanya.

Pelajaran pertama dimulai tepat pada pukul 10 di ruang briefing. Bersama seorang peserta magang dari Vietnam, kami mempelajari tentang berbagai hal. Mulai dari cara menyajikan teh kepada tamu, ragam penulisan business mail, cara mengirim FAX hingga bertelepon dalam konteks formal. Berbagai pertanyaan pun kuajukan selama sesi tersebut, meski kadang tersendat karena kesulitan menemukan kata yang tepat.

Setelah istirahat, aku melanjutkan pelajaran seorang diri karena kawan dari Vietnam itu cukup sibuk dengan pekerjaannya. Hal yang kupelajari selanjutnya adalah ragam saat wawancara kerja di Jepang. Banyak sekali hal baru yang kudapatkan seperti waktu ideal untuk datang di hari wawancara dan sikap yang perlu diperhatikan hingga wawancara selesai.

Oh ya, ada satu kejadian lucu di sesi pembelajaran. Pukul 3 sore saat materi tentang wawancara kerja selesai, aku pun kembali ke meja kerja. Di sana aku menunggu apakah masih ada materi selanjutnya atau tidak. Tepat pada saat akan bertanya pada tantousha, seorang lelaki berusia sekitar 25 tahun, berpostur tinggi dan mengenakan kacamata, mendekatkan kursinya tepat di depan mataku.

Hajimemashite, watashi wa…(Perkenalkan, nama saya…)”

Lelaki itu memperkenalkan diri dalam posisi duduk. Tetapi ada sesuatu yang aneh. Entah kenapa selama ia berbicara, waktu terasa berhenti. Tak sepatah kata pun keluar dari mulutku, begitupun mataku terus menatap tanpa berkedip. Barulah aku tersadar saat ia mendongak kebingungan karena aku tak membalas ucapan “Yoroshiku onegaishimasu (salam kenal)” darinya. Dengan canggung dan agak gelagapan aku memperkenalkan diri. Ternyata dialah penanggung jawab terakhir sesi pembelajaran hari ini. Saat diberi tugas yang cukup banyak olehnya, untuk sementara aku melupakan misteri mengenai waktu yang terasa berhenti tadi.

Pada hari inilah pertama kalinya aku merasakan kesibukan di tempat kerja. Tugas satu belum selesai, aku sudah diingatkan oleh tantousha pada pukul 5 sore untuk membuat laporan harian tentang apa yang kulakukan pada hari ini. Ah, aku yakin ini baru secuil bila dibandingkan dengan kesibukan mereka. Sebagai contohnya, lihat saja orang yang tadi memberi tugas kepadaku, ia seolah tak henti-hentinya duduk di depan komputer sembari menerima telepon yang tak ada habisnya. Dan ketika aku pulang tepat pukul 6 sore, ia sama sekali tak menunjukkan tanda akan pulang cepat. Begitu pun staf yang lain. Pada hari ini pula, sisi workaholic orang Jepang berhasil kubuktikan.

You Might Also Like

0 comments

Like us on Facebook

Flickr Images