My Triple Jobs (三重の職) ~Serba-Serbi Magang di Jepang~

6:09 AM

Maskot dari NLiss




13 Juli 2017

Seperti biasa aku mengajarkan bahasa Indonesia kepada para staf setiap pagi. Hingga hari ini yang kuajarkan baru seputar sapaan dasar saja. Mereka kelihatannya terkejut saat mengetahui bahwa bahasa Indonesia membagi waktu sapaan secara detail. Contohnya untuk ucapan “Selamat Sore” yang digunakan pada pukul 3 sampai 6 sore, yang bagi mereka tak ada bedanya dengan ucapan selamat siang. Tak hanya sapaan, aku juga sedikit mengajarkan ungkapan gaul seperti “Semangat Kakak”, walaupun mereka terlihat kesulitan saat mengucapkan kata “semangat”. Namun seperti biasa mereka mengikuti dengan antusias.

Lalu aku melanjutkan project presentasi yang masih belum rampung. Dalam project itu aku menambahkan sedikit materi tentang business manner. Aku mengerjakannya atas instruksi dari tantousha. Katanya, aku harus mencicil pekerjaan itu dari sekarang agar saat mendekati hari presentasi aku hanya tinggal menguasai materi saja. Sama sekali bukan ide buruk, pikirku. Lagipula, aku memang terbiasa dengan segala sesuatu yang disiapkan secara matang.

Di tengah-tengah kesibukanku membuat file Powerpoint, salah satu staf mendekatiku dan menyimpan secarik kertas kecil di atas meja kerjaku. Tak lama kemudian datang lagi satu orang staf dan melakukan hal yang sama. Untuk pertama kalinya aku menerima balasan waku-waku card karena kemarin aku menuliskannya untuk mereka. Ternyata tak hanya menerima balasan kartu, ada juga yang disertai hadiah kecil berupa permen mochi susu. Aku pun melanjutkan pekerjaan sambil menikmati permen yang lembut itu.

Tepat sebelum jam makan siang, ada staf lain yang tiba-tiba datang dan menaruh dua buah boneka kecil di meja kerjaku seraya berkata “Onegaishimasu (Tolong ya)”. Aku yang sedang berkonsentrasi dengan project hanya mengangguk sembari mengerutkan kening, mencerna apa maksud onegaishimasu-nya. Sama sekali tak terpikir apapun tentang hal apa yang ia minta tolong kepadaku.

Melihat dua boneka yang sudah berpindah ke mejaku, tantousha berkata, “Oh ya, besok giliran kamu untuk memimpin chourei ya. Nanti aku beritahu apa saja yang harus kamu sampaikan”.

Oh my god.. setelah beberapa hari mengikuti chourei yang dipimpin secara bergiliran oleh para staf, ternyata peserta magang juga mendapat bagian tanggung jawab. Bagaimana ini? Apa saja yang harus kuucapkan? Selama chourei aku lebih banyak berkonsentrasi menyimak petikan laporan dari beberapa staf dan menyiapkan kata-kata yang tepat untuk mengajar bahasa Indonesia. Jadi aku sama sekali tak sempat menyimak apa yang dikatakan staf saat memimpin chourei. Berarti untuk besok, aku harus bersiap untuk memegang double job.

Berarti berpindah tangannya boneka itu ada kaitannya dengan giliran chourei.

Untunglah tantousha-ku telah menuliskan apa saja yang harus kukatakan. Wah, ternyata begitu jelas urutan-urutannya. Pertama, aku harus memulai dengan sapaan “Ohayou gozaimasu”, lalu berkata bahwa chourei akan dimulai. Setelah itu, memberi kesempatan kepada beberapa staf untuk melaporkan rencana kerja hari itu dan informasi tambahan lainnya. Bila tak ada info tambahan lagi, seperti biasa sesi pelajaran bahasa Indonesia dimulai. Kemudian, membaca salah satu dari visi perusahaan dan memberi sedikit komentar terhadapnya. Terakhir adalah sesi bernama waku-waku yang merupakan sharing hal apapun yang membuatku merasa waku-waku (tidak sabar menantikannya). Dari situ aku mulai sadar, ini tak hanya urusan membaca diktean untuk chourei, tapi juga harus memikirkan komentar dan konten sharing untuk waku-waku.

Saat melihat tabel jadwal, ternyata besok aku harus ikut kegiatan mensetsukai (wawancara secara kelompok). Sebelum aku mengerjakan laporan harian, tantousha mengajak aku dan peserta magang dari Vietnam untuk briefing mengenai teknis mensetsukai tersebut.

Baiklah akan kujelaskan dulu kaitan antara wawancara kelompok dan perusahaanku. Jadi, di perusahaan tempatku magang ada salah satu layanan bernama NLiss (Northern Lights International Student Support) yang menjembatani mahasiswa asing yang hendak arubaito dan perusahaan. Berbagai kegiatan dilakukan mulai dari menginformasikan lowongan kerja, menerima pendaftaran pelamar, memberi arahan untuk mensetsukai, hingga follow-up para pelamar yang sudah diterima.

Intinya kegiatan itu akan diselenggarakan di restoran keluarga di Ikebukuro pada pukul 4 sore dan diikuti oleh beberapa ryuugakusei asal Vietnam. Oke, triple job untukku besok. Buku catatanku pun telah penuh oleh coretan-coretan mengenai teknis wawancara yang masih belum memberi gambaran apapun dalam kepala.

Sepanjang perjalanan pulang dari kantor, sambil melewati berderet-deret toko buku lama di Jinbocho, aku berpikir bulak balik tentang hal yang membuatku waku-waku. Apa yang harus kuceritakan tentang hal seumum itu? Aku pun sedikit berpikir keras, mungkin saja ada hal berkaitan dengan kegiatan di Jepang yang aku merasa waku-waku akan hal itu. 

Oh iya, ternyata ada! Cepat-cepat kususun kata-katanya sambil menikmati perjalanan menggunakan densha dari arah Jinbocho ke Shibamata.

Tinggal komentar mengenai salah satu visi perusahaan. Hal itulah yang membuatku hampir stuck sampai aku harus memikirkannya sebelum tidur. Aku mencoba menggali inti dari kata yarinuku dalam visi tersebut sebagai kata kuncinya. Kata itu bermakna “melakukan sampai tuntas”, dan kalau aku mengingat kembali dari chourei sebelumnya, para staf mengaitkan rencana kerja mereka dengan visi perusahaan. 

Ah, besok kan ada kegiatan mensetsukai, mungkin aku harus singgung itu sebagai hal yang harus kulakukan dengan penuh tanggung jawab hingga tuntas. Lalu aku pun tidur pada pukul setengah 2 tepat setelah menyelesaikan materi “Indonesia-go Corner” keempat.

14 Juli 2017

Yah, hari ter-deg-deg ser pun dimulai. Aku datang lebih cepat dari biasanya, seperti saat pertama ditugaskan mengajar bahasa Indonesia. Sebelum pukul 9 tepat, kumanfaatkan waktu yang cukup banyak untuk membaca ulang catatan dari tantousha, sambil mengecek ulang visi perusahaan di booklet yang akan dibacakan nanti. Tentu saja aku melakukan “simulasi dalam pikiran” juga. Meski sudah cukup paham, tapi aku tetap butuh catatan ini selama chourei berlangsung.

Seluruh staf sudah berdiri di sekeliling ruangan. Keheningan memerangkap hingga aku membuka suara untuk memulai chourei. Hingga urutan ketika staf memberi informasi tambahan, untunglah aku tak merasa gugup. Pada saat tak ada info tambahan, aku mengambil kertas materi dan memulai sesi “Indonesia-go corner”. Hari ini aku membahas sapaan “Selamat Malam” dan ungkapan gaul “Keren Banget”. Seperti hari sebelumnya, mereka kesulitan saat mengucapkan kata “banget”.

Setelah itu, aku mengambil kembali booklet beserta catatan dari tantousha. Sekarang saatnya membacakan visi perusahaan, walau dengan sedikit perasaan gugup. Untunglah aku bisa membaca kanjinya dengan lancar. Lalu aku memberikan komentar sederhana yang berkaitan dengan rencana mensetsukai hari ini. Sebelum penutup, aku menyampaikan bahwa aku menanti petualangan selanjutnya di Negeri Sakura dan menanti inspirasi tulisan apa yang akan kucurahkan di blog saat sesi waku-waku. Mereka pun memberi respon positif berupa tepuk tangan. Terakhir, chourei kututup dengan kata “Yoroshiku onegaishimasu”.

Kegiatanku hari ini hanya melanjutkan project dan mensetsukai. Pada pukul 2 setelah makan siang, aku bersama tantousha dan peserta magang dari Vietnam berangkat ke tempat mensetsukai. Berdasarkan briefing kemarin, hal pertama yang harus dilakukan adalah memastikan agar semua peserta berkumpul di tempat yang telah di tentukan. Para peserta katanya harus datang ke depan Bic Camera yang berdekatan dengan pintu keluar Stasiun Ikebukuro. 

Sesampainya di Ikebukuro, kami menunggu mereka di depan Bic Camera. Tak hanya menunggu, tantousha-ku juga menelepon mereka satu persatu, memastikan mereka datang ke mensetsukai hari ini. Kulihat ada 14 peserta di daftar nama yang sedang dipegang tantousha. Setelah menghubungi sekitar 6 orang, aku juga diminta menelepon peserta lainnya. Namun saat menelepon salah satu peserta, lawan bicaraku itu malah bersikap seolah tidak tahu bahwa hari ini ada mensetsukai dan itu menjadi hambatan cukup besar.

Ikebukuro sedang panas-panasnya dan sangat ramai oleh pejalan kaki. Di berbagai sudut trotoar begitu banyak SPG yang menyebar brosur pertokoan pada para pejalan kaki. Tak hanya di luar, bahkan di restoran tempat wawancara pun dipenuhi oleh pelanggan. Saking penuhnya, untuk tempat wawancara pun hanya di satu ruang yang cukup sempit. Sementara peserta magang dari Vietnam itu bersiap menjadi penerjemah untuk para peserta wawancara, aku hanya bisa berdoa dalam hati semoga semua berjalan lancar.

Di hari yang tak begitu kondusif itu, aku dan tantousha harus keluar masuk restoran untuk menyusul beberapa orang peserta yang datang terlambat. Saat aku bertanya kenapa harus mempertahankan mereka yang telat, tantousha-ku menjawab “Ini adalah permintaan dari perusahaan klien, kalau kita tak bisa membuat para peserta hadir bisa gawat”. 

Ternyata ini sisi ganbatte yang dimiliki oleh perusahaan Jepang, gumamku dalam hati. Baiklah, aku harus terus berjuang di hari yang panas, sambil menahan godaan untuk memakai uchiwa dan membeli sebotol Calpis di jidouhanbaiki. Agar tak terasa berat, aku mengobrol dengan beberapa peserta wawancara. Sekilas aku bertanya tentang kegiatan mereka selama di Jepang, level bahasa Jepang, dan sebagainya. Saat wawancara akan dimulai, kuberi ucapan agar mereka bersemangat menghadapinya. Ganbatte!

You Might Also Like

0 comments

Like us on Facebook

Flickr Images