My (Secret) Regret (#KampusFiksi 10th Day)

9:58 PM


Bisa dibilang aku ini tipe perempuan yang tidak terlalu suka menceritakan pengalaman buruk pada orang lain. Di saat perempuan lain selalu membutuhkan teman untuk curhat, aku merasa tidak demikian.  Tujuanku untuk berinteraksi dan memiliki teman lebih cenderung untuk membagi kebahagiaan. Begitu juga saat menulis. Aku cenderung menghindari topik-topik yang dapat membuka luka lama. Mungkin itu karena aku tidak biasa untuk curhat. Aku lebih terbiasa menyelesaikan permasalahan sendiri dan mengubur luka lama itu agar tidak terkuak kembali, kemudian membiarkannya terlupakan dengan sendirinya.

Hari terakhir challenges ini, mau tidak mau aku harus meruntuhkan dinding bernama “tidak mau” untuk membuka luka lama. Bagaimana tidak, di sini aku harus menulis tentang hal yang tidak akan kuulangi lagi. Dengan kata lain, tentang suatu penyesalan. Ah, bicara soal penyesalan, dalam kepalaku tak henti-hentinya terkuak memori menyakitkan yang hampir saja terlupakan. Setiap orang pasti pernah menyesal, dan penyesalan itu sengaja diciptakan agar kita tahu bahwa tidak semua hal bisa diulang di dunia ini. Ya, hidup memang tidak seperti video game, yang ketika kita melakukan kesalahan masih bisa diulang lagi dengan cara load memory cards dan memainkannya sekali lagi.

Setelah menemukan alat yang tepat untuk meruntuhkan dinding “tidak mau”, kini aku bisa menceritakan hal yang pernah kusesali. Jujur saja, ini cukup tabu bagiku untuk menuliskannya di sini. Penyesalan itu berkaitan dengan mimpi. Sebenarnya masih ada penyesalan yang berkaitan dengan cinta, namun ternyata lukanya masih belum sebanding dengan kehilangan sebuah mimpi. Bayangkan saja, siapa yang tidak akan menyesal bila melepaskan kesempatan meraih mimpi itu padahal jalannya sudah ada di depan mata. Dan itulah yang kurasakan.

Saat pertama aku merasakan penyesalan itu, hanya ada dua pilihan jalan di hadapanku. Seperti game visual novel, setiap jalan yang kupilih pasti menentukan nasibku ke depannya. Aku harus memilih antara menyerah dengan impian itu atau tetap mengejarnya meski perjuangannya berkali-kali lipat lebih berat. Segala luka yang kualami seolah berteriak agar aku menyerah. Namun aku tidak menuruti teriakan itu karena aku sadar harus melanjutkan perjuanganku yang sudah sampai sejauh ini. Aku berusaha untuk mengubah luka itu menjadi trigger yang dapat menembakkan semangatku untuk menembus mimpi, dan ternyata berhasil. Di samping mengejar tujuan utama, aku telah membuat goals lain yang setidaknya dapat kubanggakan bila aku mengalami kegagalan lagi.

Meski pasti takdir seperti ini yang direncanakan Tuhan, bukan berarti aku tinggal menghanyutkan diri pada arus sungai kehidupan. Aku harus tetap berenang di dalamnya, bertolak menuju satu titik yang bernama mimpi.

Untuk di masa yang akan datang, aku tidak akan melepaskan kesempatan untuk meniti jalan menuju mimpi itu agar tiada penyesalan lagi. Dan aku sadar, dari kegagalan yang menyiksaku di tahun lalu, tahun ini akan menjadi penuh dengan perjuangan.

You Might Also Like

0 comments

Like us on Facebook

Flickr Images